Pada suatu hari, Syeikh al-Imam Syaqiq
al-Balkhi membeli buah semangka untuk istrinya. Saat disantapnya, ternyata buah
semangka tersebut terasa hambar. Dan, sang isteri pun marah.
Syeikh al-Imam Syaqiq menanggapi dengan tenang
amarah istrinya itu. Setelah selesai didengarkan amarahnya, beliau bertanya
kepada istrinya dengan halus:
"Kepada siapakah kau marah wahai istriku?
Kepada pedagang buahnya kah? Atau kepada pembelinya? Atau kepada petani
yang menanamnya? Ataukah kepada yang Menciptakan Buah Semangka itu?" tanya
Syeikh al-Imam Syaqiq
Istri beliau terdiam.
Sembari tersenyum, Syeikh Syaqiq melanjutkan
perkataannya:
"Seorang pedagang tidak menjual sesuatu
kecuali yang terbaik. Seorang pembeli pun pasti membeli sesuatu yang
terbaik pula. Begitu pula seorang petani, tentu saja ia akan merawat tanamannya
agar bisa menghasilkan yang terbaik. Maka sasaran kemarahanmu berikutnya yang
tersisa, tidak lain hanya kepada yang Menciptakan Semangka itu."
Pertanyaan Syeikh al-Imam Syaqiq menembus ke
dalam hati sanubari istrinya. Terlihat butiran air mata menetes perlahan di
kedua pelupuk matanya.
Syeikh al-Imam Syaqiq al-Balkhi pun
melanjutkan ucapannya :
"Bertaqwalah wahai istriku. Terimalah apa
yang sudah menjadi Ketetapan-Nya. Agar Allah memberikan keberkahan pada
kita."
Mendengar nasihat suaminya itu. Sang istri pun
sadar, menunduk dan menangis mengakui kesalahannya dan ridho dengan apa yang
telah Allah Subhanallahu Wa Ta'ala
tetapkan.
Pelajaran terpenting buat kita adalah
bahwa setiap keluhan yang terucap sama saja kita tidak ridho dengan
ketetapan Allah, sehingga barokah
Allah jauh dari kita.
Karena barokah
bukanlah serba cukup dan mencukupi saja, akan tetapi barokah ialah bertambahnya ketaatan kita kepada Allah dengan segala
keadaan yang ada, baik yang kita sukai atau sebaliknya.
Barokah itu: "... bertambahnya ketaatanmu
kepada Allah.”
Makanan barokah
itu bukan yang komposisi gizinya lengkap, tapi makanan yang mampu membuat yang
memakannya menjadi lebih taat setelah memakannya.
Hidup yang barokah
bukan hanya sehat, tapi kadang sakit itu justru barokah sebagaimana Nabi Ayyub, sakitnya menjadikannya bertambah
taat kepada Allah.
Barokah itu tak selalu panjang umur, ada yang umurnya
pendek tapi dahsyat taatnya layaknya Musab bin Umair.
Tanah yang barokah
itu bukan karena subur dan panoramanya indah, karena tanah yang tandus seperti
Mekkah punya keutamaan dihadapan Allah, tiada banding dan tiada tara.
Ilmu yang barokah
itu bukan yang banyak riwayat dan catatan kakinya, akan tetapi yang barokah ialah ilmu yang mampu menjadikan
seorang meneteskan keringat dan darahnya dalam beramal dan berjuang untuk agama
Allah.
Penghasilan barokah juga bukan gaji yang besar dan berlimpah, tetapi sejauh
mana ia bisa jadi jalan rezeki bagi yang lainnya dan semakin banyak orang yang
terbantu dengan penghasilan tersebut.
Anak-anak yang barokah bukanlah saat kecil mereka lucu dan imut atau setelah
dewasa mereka sukses bergelar, mempunyai pekerjaan dan jabatan yang hebat,
tetapi anak yang barokah ialah yang
senantiasa taat kepada Rabb-Nya dan
kelak mereka menjadi lebih shalih dari kita dan tak henti-hentinya mendo'akan
kedua orangtuanya.
Semoga kita semua selalu dianugerahi kekuatan
untuk senantiasa bersyukur kepada Allah SWT, agar kita mendapatkan keberkahan-NYA.
Wallahu A'lam Bisshowab.