• Foto 1

    Arisan Keluarga R. Sukisman

  • Foto 2

    Kumpulan Bapak di Arisan Keluarga R. Sukisman

  • Foto 3

    Kumpulan Ibu di Arisan Keluarga R. Sukisman

  • Foto 4

    Ibu-ibu sedang bergaya di Arisan Keluarga R. Sukisman

  • Foto 5

    Foto bersama bagi yang hadir di Arisan Keluarga R. Sukisman

Tampilkan postingan dengan label Ziarah Kubur. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Ziarah Kubur. Tampilkan semua postingan

Dari Anak Hingga Canggah Nyekar Ke TPU Purwoloyo Solo

Di bawah keteduhan sejenis pohon beringin besar dan sejumlah pohon kamboja yang ada di sekelilingnya, makam atau kuburan R. Sukisman yang bergelar R. Ng. Sastrokusumo dalam sepetak pamijen di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Purwoloyo ramai dikunjungi anak hingga canggah yang berasal dari Jakarta, Tangerang, dan Solo, pada Jumat (19/01).

Dari Jakarta dan Tangerang ada 11 orang berkendara mobil Toyota HIACE. Mereka adalah anak dan cucu dari R. Sukisman. Sedangkan, dari Solo ada 2 orang yang merupakan buyut dan canggah. Mereka melakukan ziarah kubur atau yang dalam bahasa Jawa dikenal dengan istilah nyekar. Kebiasaan nyekar telah menjadi tradisi yang umum dilakukan masyarakat Indonesia sejak dulu kala.

Anak hingga canggah nyekar di TPU Purwoloyo Solo

Nyekar berasal dari bahasa Jawa dari kata sekar yang berarti kembang atau bunga. Dalam praktiknya, setiap ziarah kubur dalam masyarakat Jawa senantiasa melibatkan penaburan bunga di atas makam yang dikunjunginya.

Sebelum menaburkan bunga sebagai simbol wewangian, dilakukan pembersihan makam. Umumnya setiap ada peziarah yang datang di TPU Purwoloyo, akan banyak orang berdatangan untuk memberikan jasa bersih-bersih makam yang umumnya dilakukan oleh wanita. Mereka membawa sapu, sabit, dan korek api untuk membakar sampah dedaunan.

Pamijen R. Sukisman di TPU Purwoloyo

Setelah dibersihkan, peziarah akan melakukan tabur bunga di atas makam yang dituju. Karena lupa membawa kembang setaman, anak hingga canggah yang menziarahi tersebut menggantikannya dengan bunga kamboja putih yang diambil dari lingkungan makam tersebut.

Setelah itu, barulah peziarah membacakan doa-doa atau bagian dari surah Al-Qur’an yang pendek  atau panjang, bervariasi antara satu dengan yang lain. Tujuan membacakan doa tersebut, agar jasad yang bersemayam dalam kubur itu mendapatkan ampunan dari Allah Subhanahu wa ta'ala.

Anak, cucu, dan cicit dari R. Soenarto/RA Sumiatun berpose bersama Eyang Yul

R. Sukisman atau R. Ng. Sastrokusumo dimakamkan di TPU Purwoloyo yang berada di Jalan HOS Cokroaminoto, Kelurahan Pucangsawit, Kecamatan Jebres, Kota Surakarta pada hari Kemis Wage, 6 November 1952 pada usia 63 tahun.

Dulu waktu saya masih bocil, TPU Purwoloyo dikenal dengan Astana Purwoloyo. Pemakaman tersebut dibangun pada masa Sri Susuhunan Pakubuwono X, seorang raja Kasunanan Surakarta yang kaya raya yang memerintah antara 1893-1939.

Keluarga Eyang Yok (R. Soenaryo) berpose dengan Eyang Yul

Pakuwbuwono (PB) X melakukan penataan kota pada masa pemerintahannya. Salah satunya adalah membangun makam di empat penjuru angin, yaitu Untoroloyo, Purwoloyo, Daksinoloyo dan Pracimaloyo.

Salah satu ciri khas penamaan makam yang memang diperuntukkan bagi orang yang meninggal dunia tersebut menggunakan bahasa Jawa Kuno dari kombinasi arah mata angin (utara, timur, selatan, dan barat) dan loyo yang berarti meninggal.

Keluarga Eyang Rin berpose dengan Eyang Yul

Nama arah mata angin atau kiblat dalam bahasa Jawa Kuno, terdiri dari untoro/utoro (utara), purwo (timur), daksino (selatan), dan pracimo (barat).

Jadi, Purwoloyo adalah tempat menguburkan orang meninggal yang berada di sisi timur Kota Surakarta atau yang lebih dikenal dengan sebutan Kota Solo. Makam adalah akses bagi masyarakat yang dibangun PB X dengan arah mata angin tersebut kala itu ditujukan agar menggunakan lokasi terdekat dengan rumah mereka yang sedang berduka.

Keluarga Eyang Yul

Kebetulan, pada waktu akhir hayatnya R. Sukisman bermukim di Kampung Kepanjen, Kelurahan Sudiroprajan, Kecamatan Jebres, atau sebuah kampung pecinan yang berada di sebelah timur Pasar Gede Hardjonagoro. Sehingga, dimakamkan di Astana Purwoloyo atau yang sekarang dikenal dengan TPU Purwoloyo yang dekat dengan rumahnya.

Anak hingga canggah nyekar di pamijen R. Sukisman di TPU Purwoloyo sekitar 30 menit. Setelah itu, mereka bergegas untuk melanjutkan perjalanan ke Pusat Grosir (PGS) Solo yang berada di pojok perempatan Gladak untuk berbelanja batik. *** [220124]

Oleh: Budiarto Eko Kusumo
Editor: Budiarto Eko Kusumo

Share:

Arsip Blog

Pengikut