Pada akhirnya
kaum Nabi Luth merasa kesal hati mendengar dakwah dan nasihat-nasihat Nabi Luth
a.s yang tidak putus-putus itu. Ia diminta agar menghentikan aksi dakwahnya
atau menghadapi pengusiran dirinya dari kaum Sadum. Sudah tidak ada harapan
lagi bagi masyarakat Sadum dapat terangkat dari lembah kesesatan dan keruntuhan
moral mereka dan bahwa meneruskan dakwah kepada mereka yang sudah buta-tuli
hati dan fikiran serta menyia-nyiakan waktu, obat satu-satunya menurutf pikiran
Nabi Luth a.s untuk mencengah penyakit akhlak itu yang sudah parah menular
kepada tetangga-tetangga dekatnya, ialah membasmi mereka dari atas bumi sebagai
pembalasan terhadap kekerasan kepada mereka, juga untuk menjadi ibrah dan pengajaran umat-umat di sekelilingnya.
Beliau memohon kepada Allah SWT agar kaumnya, yaitu masyarakat Sadum, diberi
ganjaran berupa azab di dunia sebelum azab bagi mereka di akhirat kelak.
Jika diberi nasihat
mereka menjawab: “Datangkanlah siksaan Allah itu, hai Luth, jika sekiranya
engkau orang yang benar.”
Setelah mendengar
ejekan dari mereka, Nabi Luth a.s berdoa kepada Allah:
“Ya Tuhanku
tolonglah aku dengan menimpakan azab atas kaum yang berbuat kerusakan itu.” (QS. 29 : 30)
Permohonan Nabi
Luth dan doanya diperkenankan dan dikabulkan oleh Allah SWT. Allah mengutus
beberapa malaikat untuk menurunkan azab terhadap kaum Nabi Luth a.s yang
durhaka dan meningkari Allah. Ketika datang kabar kepada Nabi Ibrahim a.s akan
dibinasakannya negeri Nabi Luth a.s dengan kaumnya, karena penduduknya yang
selalu durhaka dan maksiat, maka terperanjatlah Nabi Ibrahim a.s.
Berkatalah
Ibrahim: “Sesungguhnya di kota itu ada Luth.”
Para malaikat
berkata : “Kami lebih mengetahui siapa yang ada di kota itu. Kami
sungguh-sungguh akan menyelamatkan dia, dan pengikut-pengikutnya kecuali
istrinya. Dia adalah termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan).” (QS. 29 : 32)
Tiga orang
malaikat tersebut menyamar sebagai manusia biasa. Mereka adalah malaikat yang
bertamu kepada Nabi Ibrahim a.s dengan membawa berita gembira atas kelahiran
Nabi Ishaq a.s, dan memberi tahu kepada mereka bahwa dia adalah utusan Allah yang
akan menurunkan azab kepada kaum Nabi Luth a.s, yaitu penduduk kota Sadum.
Dalam kesempatan
pertemuan tersebut, Nabi Ibrahim a.s memohon agar penurunan azab atas kaum
Sadum ditunda. Siapa tahu mereka mau sadar dan mendengarkan serta mau mengikuti
ajakan Nabi Luth a.s dan mau bertaubat dari segala maksiat dan perbuatan
mungkar.
Dalam pertemuan
itu, Nabi Ibrahim a.s juga mohon agar
anak saudaranya Nabi Luth a.s diselamatkan dari azab yang akan diturunkan
kepada kaum Sadum. Permintaan itu diterima oleh malaikat dan dijiamin bahwa
Nabi Luth a.s dan keluarganya tidak akan terkenal azab, kecuali istrinya.
Para malaikat itu
sampai di Sadum dengan menyamar sebagai lelaki remaja yan berparas tampan dan
bertubuh yang elok dan bagus. Dalam perjalanannya yang hampir memasuki kota
Sadum, mereka berselisih dengan orang gadis yang cantik dan ayu sedang mengambil
air dari sebuah sungai. Para malaikat atau lelaki remaja itu bertanya kepada si
gadis kalau-kalau mereka diterima ke rumah sebagai tamu. SI gadis tidak berani
memberi keputusan sebelum ia berunding terlebih dahulu dengan keluarganya. Maka
ditinggalkanlah para lelaki remaja itu oleh si gadis seraya ia pulang ke rumah
cepat-cepat untuk memberi tahu ayahnya
Sang ayah, yaitu
Nabi Luth a.s sendiri, mendengar laporan putrinya menjadi bingung jawaban apa
yang harus ia berikan kepada para pendatang yang ingin bertamu ke rumahnya
untuk beberapa waktu, namun menerima tamu-tamu remaja yang berparas tampan akan
mengundang risiko gangguan kepadanya dan kepada tamu-tamunya dari kaumnya yang
tergila-gila oleh remaja yang mempunyai tubuh bagus dan wajah yang tampan. Sedang
kalau hal yang demikian itu terjadi ia sebagai tuan rumah harus bertanggung
jawab terhadap keselamatan tamunya, padahal ia merasa bahwa ia tidak akan
berdaya menghadapi kaumnya yang bengis-bengis dan haus maksiat itu.
Setelah dipikirkan,
akhirnya diputuskan oleh Nabi Luth a.s kalau ia akan menerima mereka sebagai
tamu di rumahnya apapun yang akan terjadi sebagai akibat keputusannya. Ia
memasrahkan kepada Allah yang akan melindunginya. Kemudian pergilah Nabi Luth
sendiri menemui tamu-tamu yang sedang menanti di pinggir kota, lalu diajaklah
mereka bersama-sama ke rumah ketika kota Sadum sudah dalam keadaan gelap, dan
juga para warganya sedang di rumah masing-masing dalam keadaan tidur nyenyak.
Kepada istri dan
kedua anaknya, Nabi Luth a.s berpesan dan berusaha agar mereka merahasiakan
kedatangan para tamunya, agar tidak diketahui oleh kaumnya yang bengis dan haus
maksiat. Namun karena istri Nabi Luth yang berpihak dengan masyarakat Sadum
yang sesat, sehingga istrinya membocorkan rahasia atas para tamu tampan yang
tinggal di rumahnya.
Selanjutnya, apa
yang dicemaskan oleh Nabi Luth menjadi kenyataan. Ketika masyarakat Sadum
mengetahui bahwa di rumahnya ada pemuda, maka datanglah mereka ke rumahnya
untuk melihat tamunya yang tampan itu untuk memuaskan nafsunya. Tentu
saja Nabi Luth a.s tidak membukakan pintu untuk mereka, dan berseru meminta
agar mereka pulang lagi ke rumah masing-masing dan meminta tidak mengganggu
para tamu Nabi Luth, yang semestinya dihormati dan dimuliakan, bukan diganggu.
Mareka dinasihati agar meninggalkan kebiasaan yang keji yan bertentangan dengan
fitrah manusia serta kodrat alam, yaitu Tuhan telah menciptakan manusia untuk
berpasangan antara pria dan wanita untuk menjaga kelangsungan perkembangan umat
manusia sebagai makhluk ciptaan-Nya yang termulia di atas bumi. Nabi Luth a.s
berseru meminta supaya mereka pulang pada istri-istri mereka dan meninggalkan
perbuatan mungkar dan maksiat yang tidak sepantasnya itu, sebelum Allah
memberikan mereka azab.
Namun mereka tidak
memperdulikan nasihat dari Nabi Luth as. Bahkan mereka mendesak, dan akan
mendobrak pintu rumah Nabi Luth dengan paksa jika pintu rumahnya tidak
segera dibuka. Karena Nabi Luth merasa dirinya sudah tidak berdaya untuk
menahan orang orang yang kaumnya yang sesat itu, maka Nabi Luth a.s pun berkata
secara terus terang kepada para tamunya.
“Sesungguhnya
saya tidak berdaya lagi menahan orang-orang itu menyerbu ke dalam. Aku tidak
memiliki senjata dan kekuatan fisik yang dapat menolak kekerasan mereka, tidak mempunyai
keluarga atau sanak saudara yang disegani mereka yang dapat aku mintai
pertolongannya, maka aku merasa sangat kecewa, bahwa sebagai tuan rumah aku
tidak dapat menghalau gangguan terhadap tamu-tamuku di rumahku sendiri.”
Setelah mendengar
keluhan Nabi Luth, para tamu tersebut segera memperkenalkan diri kepada Nabi
Luth, bahwa mereka adalah para malaikat yang menyamar sebagai manusia yang
bertamu kepada Nabi Luth, dan mereka mengatakan bahwa tujuannya datang ke Sadum
untuk melaksanakan tugas dari Allah yaitu menurunkan azab dan siksa atas
kaumnya yang membangkang.
Para malaikat itu
kemudian menyarankan Nabi Luth a.s untuk membuka pintu rumahnya lebar untuk
memberi kesemepatan bagi orang-orang yang sesat itu masuk ke dalam rumah. Namun
ketika pintu itu dibuka dan orang orang sesat itu masuk, secara tiba tiba
mereka tidak bisa melihat apa apa. Diusap-usaplah mata mereka, namun ternyata
mata mereka sudah menjadi buta.
Ketika orang-orang
sesaat itu dalam keadaan buta dan berbenturan dengan satu sama lainnya, para
tamu atau malaikat itu berseru dan meminta agar Nabi Luth a.s meninggalkan
perkampungan itu bersama keluarga yang ia sayangi, karena azab dari Allah SWT
telah tiba waktunya untuk ditimpakan. Nabi Luth a.s dan keluarganya diberi
pesan oleh malaikat dalam perjalanan keluar dari Sadum tidak boleh menengok ke
belakang.
Sehabis tengah
malam, Nabi Luth a.s beserta keluarganya, yaitu seorang istri, dan dua orang
putri, berjalan dengan cepat keluar kota, dan tidak menoleh ke kanan atau ke
kiri sesuai pesan para malaikat. Namun karena istrinya masih berpihak pada
masyarakat Sadum yang sesat, ia tidak tega meninggalkannya. Ia berada di
belakang rombongan Nabi Luth a.s berjalan secara perlahan-lahan atau tidak
secepat langkah suaminya itu, dan tak henti hentinya menoleh ke belakang
untuk mengetahui apa yang akan ditimpa oleh masyarakat Sadum itu, serta
seolah-olah ragu akan kebenaran ancaman para malaikat yang telah ia dengar
dengan telinganya sendiri.
Kemudian, ketika waktu
fajar mulai menyingsing, Nabi Luth a.s dan dua putrinya telah melewati batas
kota Sadum, bergetarlah dengan dahsyat bumi di bawah kaki masyarakat Sadum, begitu
juga dengan istri Nabi Luth a.s yang munafik itu. Gentaran itu lebih hebat dan
kuat dari pada gempa bumi yang disertai dengan angin kencang serta hujan batu
yang meluluhlantakkan kota Sadum dan para warganya yang sesat itu.
Itulah azab yang
sepantasnya ditimpakan kepada orang-orang yang sesat, yang sudah diperingatkan
oleh Nabi utusan Allah, namun mereka tetap tidak mau mendengarkan. ***