• Foto 1

    Arisan Keluarga R. Sukisman

  • Foto 2

    Kumpulan Bapak di Arisan Keluarga R. Sukisman

  • Foto 3

    Kumpulan Ibu di Arisan Keluarga R. Sukisman

  • Foto 4

    Ibu-ibu sedang bergaya di Arisan Keluarga R. Sukisman

  • Foto 5

    Foto bersama bagi yang hadir di Arisan Keluarga R. Sukisman

Tampilkan postingan dengan label Keluarga R. Sukisman. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Keluarga R. Sukisman. Tampilkan semua postingan

Azab untuk Kaum Nabi Luth

Pada akhirnya kaum Nabi Luth merasa kesal hati mendengar dakwah dan nasihat-nasihat Nabi Luth a.s yang tidak putus-putus itu. Ia diminta agar menghentikan aksi dakwahnya atau menghadapi pengusiran dirinya dari kaum Sadum. Sudah tidak ada harapan lagi bagi masyarakat Sadum dapat terangkat dari lembah kesesatan dan keruntuhan moral mereka dan bahwa meneruskan dakwah kepada mereka yang sudah buta-tuli hati dan fikiran serta menyia-nyiakan waktu, obat satu-satunya menurutf pikiran Nabi Luth a.s untuk mencengah penyakit akhlak itu yang sudah parah menular kepada tetangga-tetangga dekatnya, ialah membasmi mereka dari atas bumi sebagai pembalasan terhadap kekerasan kepada mereka, juga untuk menjadi ibrah dan pengajaran umat-umat di sekelilingnya. Beliau memohon kepada Allah SWT agar kaumnya, yaitu masyarakat Sadum, diberi ganjaran berupa azab di dunia sebelum azab bagi mereka di akhirat kelak.

Jika diberi nasihat mereka menjawab: “Datangkanlah siksaan Allah itu, hai Luth, jika sekiranya engkau orang yang benar.”

Setelah mendengar ejekan dari mereka, Nabi Luth a.s berdoa kepada Allah:

“Ya Tuhanku tolonglah aku dengan menimpakan azab atas kaum yang berbuat kerusakan itu.” (QS. 29 : 30)

Permohonan Nabi Luth dan doanya diperkenankan dan dikabulkan oleh Allah SWT. Allah mengutus beberapa malaikat untuk menurunkan azab terhadap kaum Nabi Luth a.s yang durhaka dan meningkari Allah. Ketika datang kabar kepada Nabi Ibrahim a.s akan dibinasakannya negeri Nabi Luth a.s dengan kaumnya, karena penduduknya yang selalu durhaka dan maksiat, maka terperanjatlah Nabi Ibrahim a.s.

Berkatalah Ibrahim: “Sesungguhnya di kota itu ada Luth.”

Para malaikat berkata : “Kami lebih mengetahui siapa yang ada di kota itu. Kami sungguh-sungguh akan menyelamatkan dia, dan pengikut-pengikutnya kecuali istrinya. Dia adalah termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan).” (QS. 29 : 32)

Tiga orang malaikat tersebut menyamar sebagai manusia biasa. Mereka adalah malaikat yang bertamu kepada Nabi Ibrahim a.s dengan membawa berita gembira atas kelahiran Nabi Ishaq a.s, dan memberi tahu kepada mereka bahwa dia adalah utusan Allah yang akan menurunkan azab kepada kaum Nabi Luth a.s, yaitu penduduk kota Sadum.
Dalam kesempatan pertemuan tersebut, Nabi Ibrahim a.s memohon agar penurunan azab atas kaum Sadum ditunda. Siapa tahu mereka mau sadar dan mendengarkan serta mau mengikuti ajakan Nabi Luth a.s dan mau bertaubat dari segala maksiat dan perbuatan mungkar.
Dalam pertemuan itu,  Nabi Ibrahim a.s juga mohon agar anak saudaranya Nabi Luth a.s diselamatkan dari azab yang akan diturunkan kepada kaum Sadum. Permintaan itu diterima oleh malaikat dan dijiamin bahwa Nabi Luth a.s dan keluarganya tidak akan terkenal azab, kecuali istrinya.
Para malaikat itu sampai di Sadum dengan menyamar sebagai lelaki remaja yan berparas tampan dan bertubuh yang elok dan bagus. Dalam perjalanannya yang hampir memasuki kota Sadum, mereka berselisih dengan orang gadis yang cantik dan ayu sedang mengambil air dari sebuah sungai. Para malaikat atau lelaki remaja itu bertanya kepada si gadis kalau-kalau mereka diterima ke rumah sebagai tamu. SI gadis tidak berani memberi keputusan sebelum ia berunding terlebih dahulu dengan keluarganya. Maka ditinggalkanlah para lelaki remaja itu oleh si gadis seraya ia pulang ke rumah cepat-cepat untuk memberi tahu ayahnya

Sang ayah, yaitu Nabi Luth a.s sendiri, mendengar laporan putrinya menjadi bingung jawaban apa yang harus ia berikan kepada para pendatang yang ingin bertamu ke rumahnya untuk beberapa waktu, namun menerima tamu-tamu remaja yang berparas tampan akan mengundang risiko gangguan kepadanya dan kepada tamu-tamunya dari kaumnya yang tergila-gila oleh remaja yang mempunyai tubuh bagus dan wajah yang tampan. Sedang kalau hal yang demikian itu terjadi ia sebagai tuan rumah harus bertanggung jawab terhadap keselamatan tamunya, padahal ia merasa bahwa ia tidak akan berdaya menghadapi kaumnya yang bengis-bengis dan haus maksiat itu.
Setelah dipikirkan, akhirnya diputuskan oleh Nabi Luth a.s kalau ia akan menerima mereka sebagai tamu di rumahnya apapun yang akan terjadi sebagai akibat keputusannya. Ia memasrahkan kepada Allah yang akan melindunginya. Kemudian pergilah Nabi Luth sendiri menemui tamu-tamu yang sedang menanti di pinggir kota, lalu diajaklah mereka bersama-sama ke rumah ketika kota Sadum sudah dalam keadaan gelap, dan juga para warganya sedang di rumah masing-masing dalam keadaan tidur nyenyak.
Kepada istri dan kedua anaknya, Nabi Luth a.s berpesan dan berusaha agar mereka merahasiakan kedatangan para tamunya, agar tidak diketahui oleh kaumnya yang bengis dan haus maksiat. Namun karena istri Nabi Luth yang berpihak dengan masyarakat Sadum yang sesat, sehingga istrinya membocorkan rahasia atas para tamu tampan yang tinggal di rumahnya.
Selanjutnya, apa yang dicemaskan oleh Nabi Luth menjadi kenyataan. Ketika masyarakat Sadum mengetahui bahwa di rumahnya ada pemuda, maka datanglah mereka ke rumahnya untuk melihat tamunya yang tampan itu untuk memuaskan nafsunya.  Tentu saja Nabi Luth a.s tidak membukakan pintu untuk mereka, dan berseru meminta agar mereka pulang lagi ke rumah masing-masing dan meminta tidak mengganggu para tamu Nabi Luth, yang semestinya dihormati dan dimuliakan, bukan diganggu. Mareka dinasihati agar meninggalkan kebiasaan yang keji yan bertentangan dengan fitrah manusia serta kodrat alam, yaitu Tuhan telah menciptakan manusia untuk berpasangan antara pria dan wanita untuk menjaga kelangsungan perkembangan umat manusia sebagai makhluk ciptaan-Nya yang termulia di atas bumi. Nabi Luth a.s berseru meminta supaya mereka pulang pada istri-istri mereka dan meninggalkan perbuatan mungkar dan maksiat yang tidak sepantasnya itu, sebelum Allah memberikan mereka azab.
Namun mereka tidak memperdulikan nasihat dari Nabi Luth as. Bahkan mereka mendesak, dan akan mendobrak pintu rumah Nabi Luth  dengan paksa jika pintu rumahnya tidak segera dibuka. Karena Nabi Luth merasa dirinya sudah tidak berdaya untuk menahan orang orang yang kaumnya yang sesat itu, maka Nabi Luth a.s pun berkata secara terus terang kepada para tamunya.

“Sesungguhnya saya tidak berdaya lagi menahan orang-orang itu menyerbu ke dalam. Aku tidak memiliki senjata dan kekuatan fisik yang dapat menolak kekerasan mereka, tidak mempunyai keluarga atau sanak saudara yang disegani mereka yang dapat aku mintai pertolongannya, maka aku merasa sangat kecewa, bahwa sebagai tuan rumah aku tidak dapat menghalau gangguan terhadap tamu-tamuku di rumahku sendiri.”

Setelah mendengar keluhan Nabi Luth, para tamu tersebut segera memperkenalkan diri kepada Nabi Luth, bahwa mereka adalah para malaikat yang menyamar sebagai manusia yang bertamu kepada Nabi Luth, dan mereka mengatakan bahwa tujuannya datang ke Sadum untuk melaksanakan tugas dari Allah yaitu menurunkan azab dan siksa atas kaumnya yang membangkang.
Para malaikat itu kemudian menyarankan Nabi Luth a.s untuk membuka pintu rumahnya lebar untuk memberi kesemepatan bagi orang-orang yang sesat itu masuk ke dalam rumah. Namun ketika pintu itu dibuka dan orang orang sesat itu masuk, secara tiba tiba mereka tidak bisa melihat apa apa.  Diusap-usaplah mata mereka, namun ternyata mata mereka sudah menjadi buta.
Ketika orang-orang sesaat itu dalam keadaan buta dan berbenturan dengan satu sama lainnya, para tamu atau malaikat itu berseru dan meminta agar Nabi Luth a.s meninggalkan perkampungan itu bersama keluarga yang ia sayangi, karena azab dari Allah SWT telah tiba waktunya untuk ditimpakan. Nabi Luth a.s dan keluarganya diberi pesan oleh malaikat dalam perjalanan keluar dari Sadum tidak boleh menengok ke belakang.
Sehabis tengah malam, Nabi Luth a.s beserta keluarganya, yaitu seorang istri, dan dua orang putri, berjalan dengan cepat keluar kota, dan tidak menoleh ke kanan atau ke kiri sesuai pesan para malaikat. Namun karena istrinya masih berpihak pada masyarakat Sadum yang sesat, ia tidak tega meninggalkannya. Ia berada di belakang rombongan Nabi Luth a.s berjalan secara perlahan-lahan atau tidak secepat langkah suaminya itu, dan tak henti hentinya menoleh ke belakang  untuk mengetahui apa yang akan ditimpa oleh masyarakat Sadum itu, serta seolah-olah ragu akan kebenaran ancaman para malaikat yang telah ia dengar dengan telinganya sendiri.
Kemudian, ketika waktu fajar mulai menyingsing, Nabi Luth a.s dan dua putrinya telah melewati batas kota Sadum, bergetarlah dengan dahsyat bumi di bawah kaki masyarakat Sadum, begitu juga dengan istri Nabi Luth a.s yang munafik itu. Gentaran itu lebih hebat dan kuat dari pada gempa bumi yang disertai dengan angin kencang serta hujan batu yang meluluhlantakkan kota Sadum dan para warganya yang sesat itu.
Itulah azab yang sepantasnya ditimpakan kepada orang-orang yang sesat, yang sudah diperingatkan oleh Nabi utusan Allah, namun mereka tetap tidak mau mendengarkan. ***
Share:

Berlindung dari Terlilit Hutang

Telah diceriterakan kepada kami, Abu Al Yaman telah mengabarkan kepada kami Syu'aib dari Az Zuhriy. Kemudian diriwayatkan pula kepada kami, Isma'il berkata, telah menceritakan kepadaku saudaraku dari Sulaiman dari Muhammad bin Abi 'Atiq dari Ibnu Syihabdari 'Urwah bahwa 'Aisyah radliallahu 'anha mengabarkan kepadanya bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berdo'a dalam shalat:

“Allahumma innii a'uudzu bika minal ma'tsami wal maghram.” (Ya Allah aku berlindung kepadamu dari berbuat dosa dan terlilit hutang).

Lalu ada seseorang yang bertanya:

“Mengapa Anda banyak meminta perlindungan dari hutang, wahai Rasulullah?”

Beliau menjawab:

“Sesungguhnya seseorang apabila sedang berhutang ketika dia berbicara biasanya berdusta dan bila berjanji sering menyelisihinya.”

Hadist Shahih Al-Bukhari (No : 2222)
Share:

Hailulah, Qailulah dan ‘Ailulah

Hailulah adalah tidur sehabis melaksanakan shalat Subuh, dinamakan demikian karena tidur tersebut dapat menghalangimu dari rezeki yang Allah SWT tebar pada waktu pagi hari.

Qailulah adalah tidur sebelum melakukan shalat Dhuhur sekitar 25 - 30 menit sebelum dikumandangkannya adzan Dhuhur. Tidur jenis ini sangat bemanfaat dan sangat dianjurkan oleh Nabi SAW.
Menjelaskan ketika musim panas rasulullah tidur sebelum DZUHUR dan ketika musim dingin beliau Nabi Muhammad tidur setelah DZHUHUR

‘Ailulah adalah tidur sehabis melakukan shalat Ashar, tidur jenis satu ini dapat menyebabkan berbagai penyakit, di antaranya adalah sesak napas dan murung dan gelisah.
Share:

Apa Sih Barokah Itu?

Pada suatu hari, Syeikh al-Imam Syaqiq al-Balkhi membeli buah semangka untuk istrinya. Saat disantapnya, ternyata buah semangka tersebut terasa hambar. Dan, sang isteri pun marah.
Syeikh al-Imam Syaqiq menanggapi dengan tenang amarah istrinya itu. Setelah selesai didengarkan amarahnya, beliau bertanya kepada istrinya dengan halus: 

"Kepada siapakah kau marah wahai istriku? Kepada pedagang buahnya kah? Atau kepada pembelinya? Atau kepada petani yang menanamnya? Ataukah kepada yang Menciptakan Buah Semangka itu?" tanya Syeikh al-Imam Syaqiq

Istri beliau terdiam.

Sembari tersenyum, Syeikh Syaqiq melanjutkan perkataannya:

"Seorang pedagang tidak menjual sesuatu kecuali yang terbaik.  Seorang pembeli pun pasti membeli sesuatu yang terbaik pula. Begitu pula seorang petani, tentu saja ia akan merawat tanamannya agar bisa menghasilkan yang terbaik. Maka sasaran kemarahanmu berikutnya yang tersisa, tidak lain hanya kepada yang Menciptakan Semangka itu."

Pertanyaan Syeikh al-Imam Syaqiq menembus ke dalam hati sanubari istrinya. Terlihat butiran air mata menetes perlahan di kedua pelupuk matanya.

Syeikh al-Imam Syaqiq al-Balkhi pun melanjutkan ucapannya :

"Bertaqwalah wahai istriku. Terimalah apa yang sudah menjadi Ketetapan-Nya. Agar Allah memberikan keberkahan pada kita."

Mendengar nasihat suaminya itu. Sang istri pun sadar, menunduk dan menangis mengakui kesalahannya dan ridho dengan apa yang telah Allah Subhanallahu Wa Ta'ala tetapkan.

Pelajaran terpenting buat kita adalah bahwa setiap keluhan yang terucap sama saja kita tidak ridho dengan ketetapan Allah, sehingga barokah Allah jauh dari kita.
Karena barokah bukanlah serba cukup dan mencukupi saja, akan tetapi barokah ialah bertambahnya ketaatan kita kepada Allah dengan segala keadaan yang ada, baik yang kita sukai atau sebaliknya.

Barokah itu: "... bertambahnya ketaatanmu kepada Allah.”

Makanan barokah itu bukan yang komposisi gizinya lengkap, tapi makanan yang mampu membuat yang memakannya menjadi lebih taat setelah memakannya.
Hidup yang barokah bukan hanya sehat, tapi kadang sakit itu justru barokah sebagaimana Nabi Ayyub, sakitnya menjadikannya bertambah taat kepada Allah.
Barokah itu tak selalu panjang umur, ada yang umurnya pendek tapi dahsyat taatnya layaknya Musab bin Umair.
Tanah yang barokah itu bukan karena subur dan panoramanya indah, karena tanah yang tandus seperti Mekkah punya keutamaan dihadapan Allah, tiada banding dan tiada tara.
Ilmu yang barokah itu bukan yang banyak riwayat dan catatan kakinya, akan tetapi yang barokah ialah ilmu yang mampu menjadikan seorang meneteskan keringat dan darahnya dalam beramal dan berjuang untuk agama Allah.
Penghasilan barokah juga bukan gaji yang besar dan berlimpah, tetapi sejauh mana ia bisa jadi jalan rezeki bagi yang lainnya dan semakin banyak orang yang terbantu dengan penghasilan tersebut.
Anak-anak yang barokah bukanlah saat kecil mereka lucu dan imut atau setelah dewasa mereka sukses bergelar, mempunyai pekerjaan dan jabatan yang hebat, tetapi anak yang barokah ialah yang senantiasa taat kepada Rabb-Nya dan kelak mereka menjadi lebih shalih dari kita dan tak henti-hentinya mendo'akan kedua orangtuanya.

Semoga kita semua selalu dianugerahi kekuatan untuk senantiasa bersyukur kepada Allah SWT, agar kita mendapatkan keberkahan-NYA.

Wallahu A'lam Bisshowab.
Share:

Halal Buat Kami, Haram Buat Tuan

Abu Abdurrahman Abdullah bin al-Mubarak al Hanzhali al Marwazi, seorang ulama terkenal di Mekkah menceritakan kisah ini.

Suatu ketika, usai menjalani salah satu ritual haji, ia beristirahat dan tertidur. Dalam tidurnya ia bermimpi melihat dua malaikat yang turun dari langit. Ia mendengar percakapan mereka.

“Berapa banyak yang datang tahun ini?” tanya malaikat kepada malaikat lainnya.

“Tujuh ratus ribu,” jawab malaikat lainnya.

“Berapa banyak mereka yang ibadah hajinya diterima?”

“Tidak satupun.”

Percakapan ini membuat Abdullah gemetar.

“Apa?” ia menangis dalam mimpinya.

“Semua orang-orang ini telah datang dari belahan bumi yang jauh, dengan kesulitan yang besar dan keletihan di sepanjang perjalanan, berkelana menyusuri padang pasir yang luas, dan semua usaha mereka menjadi sia-sia?”

Sambil gemetar, ia melanjutkan mendengar cerita kedua malaikat itu.

“Namun ada seseorang, yang meskipun tidak datang menunaikan ibadah haji, tetapi ibadah hajinya diterima dan seluruh dosanya telah diampuni. Berkat dia seluruh haji mereka diterima oleh Allah.”

“Kok bisa”

“Itu Kehendak Allah”

“Siapa orang tersebut?”

“Sa’id bin Muhafah tukang sol sepatu di kota Damsyiq (Damaskus sekarang).”

Mendengar ucapan itu, ulama tersebut langsung terbangun. Sepulang haji, ia tidak langsung pulang kerumah, tapi langsung menuju kota Damaskus, Syiria.
Sampai di sana, ia langsung mencari tukang sol sepatu yang disebut malaikat dalam mimpinya. Hampir semua tukang sol sepatu ditanya, apa memang ada tukang sol sepatu yang namanya Sa’id bin Muhafah.

“Ada, di tepi kota,” jawab salah seorang sol sepatu sambil menunjukkan arahnya.

Sesampainya di sana, ulama itu menemukan tukang sepatu yang berpakaian lusuh.

“Benarkah Anda bernama Sa’id bin Muhafah?” tanya ulama itu.

“Betul, siapa tuan?”

“Aku Abdullah bin al-Mubarak”

Said pun terharu, "Bapak adalah ulama terkenal, ada apa mendatangi saya?”

Sejenak ulama itu kebingungan, dari mana ia memulai pertanyaannya, akhirnya iapun menceritakan perihal mimpinya.

“Saya ingin tahu, adakah sesuatu yang telah Anda perbuat, sehingga Anda berhak mendapatkan pahala haji mabrur?”

“Wah, saya sendiri tidak tahu!”

“Coba ceritakan bagaimana kehidupan Anda selama ini.”

Maka Sa’id bin Muhafah bercerita.

“Setiap tahun, setiap musim haji, aku selalu mendengar: Labbaika allahumma labbaika. Labbaika la syarika laka labbaika. Innal hamda wanni’mata laka wal mulka. Laa syarikalaka.
Ya Allah, aku datang karena panggilan-Mu. Tiada sekutu bagi-Mu. Segala nikmat dan puji adalah kepunyaan-Mu dan kekuasaan-Mu. Tiada sekutu bagi-Mu.”

Setiap kali aku mendengar itu, aku selalu menangis.

“Ya Allah, aku rindu Mekkah. Ya Allah, aku rindu melihat Ka’bah. Ijinkan aku dating, ijinkan aku datang ya Allah.”

Oleh karena itu, sejak puluhan tahun yang lalu setiap hari saya menyisihkan uang dari hasil kerja saya, sebagai tukang sol sepatu.
Sedikit demi sedikit saya kumpulkan. Akhirnya pada tahun ini, saya punya 350 dirham, cukup untuk saya berhaji.

“Saya sudah siap berhaji”

“Tapi Anda batal berangkat haji”

“Benar”

“Apa yang terjadi?”

“Istri saya hamil, dan sering ngidam. Waktu saya hendak berangkat saat itu dia ngidam berat”

“Suamiku, engkau mencium bau masakan yang nikmat ini?

“Ya sayang”

“Cobalah kau cari, siapa yang masak sehingga baunya nikmat begini. Mintalah sedikit untukku”
"Ustadz, sayapun mencari sumber bau masakan itu.”
Ternyata berasal dari gubug yang hampir runtuh. Di situ ada seorang janda dan enam anaknya. Saya bilang padanya bahwa istri saya ingin masakan yang ia masak, meskipun sedikit. Janda itu diam saja memandang saya, sehingga saya mengulangi perkataan saya.
Akhirnya dengan perlahan ia mengatakan,

“Tidak boleh tuan”

“Dijual berapapun akan saya beli”

“Makanan itu tidak dijual, Tuan,” katanya sambil berlinang mata.

Akhirnya saya tanya kenapa?

Sambil menangis, janda itu berkata “daging ini halal untuk kami dan haram untuk Tuan” katanya.

Dalam hati saya: “Bagaimana ada makanan yang halal untuk dia, tetapi haram untuk saya, padahal kita sama-sama muslim?”

Karena itu saya mendesaknya lagi “Kenapa?”

“Sudah beberapa hari ini kami tidak makan. Di rumah tidak ada makanan. Hari ini kami melihat keledai mati, lalu kami ambil sebagian dagingnya untuk dimasak.”

“Bagi kami daging ini adalah halal, karena andai kami tak memakannya kami akan mati kelaparan. Namun bagi Tuan, daging ini haram."

Mendengar ucapan tersebut spontan saya menangis, lalu saya pulang. Saya ceritakan kejadian itu pada istriku. Diapun menangis. Kami akhirnya memasak makanan dan mendatangi rumah janda itu.

“Ini masakan untukmu”

Uang peruntukan haji sebesar 350 dirham pun saya berikan pada mereka.

”Pakailah uang ini untukmu sekeluarga. Gunakan untuk usaha, agar engkau tidak kelaparan lagi”

“Ya Allah……… disinilah Hajiku”
“Ya Allah……… disinilah Mekahku.”

Mendengar cerita tersebut Abdullah bin al-Mubarak tak bisa menahan air mata.
Share:

Kata-Kata Mutiara Imam Syafi’i

"Barangsiapa yang menginginkan husnul khatimah, hendaklah ia selalu bersangka baik dengan manusia.”
(Imam Syafi'i)

"Berapa banyak manusia yang masih hidup dalam kelalaian, sedangkan kain kafannya sedang ditenun.”
(Imam Syafi'i)

"Bila kamu tak tahan penatnya belajar, maka kamu akan menanggung perihnya kebodohan."
(Imam Syafi'i)

"Doa di saat tahajud adalah umpama panah yang tepat mengenai sasaran."
(Imam Syafi'i)

"Ilmu itu bukan yang dihafal tetapi yang memberi manfaat.”
(Imam Syafi'i)

"Jangan cintai orang yang tidak mencintai Allah. Kalau Allah saja ia tinggalkan, apalagi kamu"
(Imam Syafi'i)

“Kaji dan dalamilah sebelum engkau menduduki jabatan, karena kalau engkau telah mendudukinya, maka tidak ada kesempatan bagimu untuk mengkaji dan mendalaminya.”
(Imam Syafi’i)

“Kebaikan itu ada di lima perkara: kekayaan hati, bersabar atas kejelekan orang lain, mengais rezeki yang halal, taqwa, dan yakin akan janji Allah SWT.”
(Imam Syafi’i)

”Pekerjaan terberat itu ada tiga: sikap dermawan di saat dalam keadaan sempit, menjauhi dosa di kala sendiri, berkata benar dihadapan orang yang ditakuti.“
(Imam Syafi’i)

”Pilar kepemimpinan itu ada lima : perkataan yang benar, menyimpan rahasia, menepati janji, senantiasa memberi nasehat dan menunaikan amanah.“
(Imam Syafi’i)

"Siapa yang menasihatimu secara sembunyi-sembunyi maka ia benar-benar menasihatimu. Siapa yang menasihatimu di khalayak ramai, dia sebenarnya menghinamu.''
(Imam Syafi'i)

”Siapa yang menghendaki kehidupan dunia, maka harus disertai dengan ilmu. Dan siapa yang menghendaki kehidupan akhirat, juga harus dengan ilmu.“
(Imam Syafi’i)
Share:

Kisah Wali Allah Berguru Kepada Orang Gila

Syekh Junaid Al Baghdadi adalah seorang Sufi terkemuka. Pada suatu waktu beliau keluar kota Baghdad bersama dengan beberapa muridnya. Syekh Junaid Al Baghdadi bertanya tentang Bahlul. Muridnya menjawab “Ia adalah orang gila, apa yang Anda butuhkan darinya?”.

“Cari dia, aku ada perlu dengannya.” Kata Syekh Junaid.

Murid-muridnya lalu mencari Bahlul dan bertemu dengannya di gurun. Mereka lalu mengantar Syekh Junaid kepadanya. Ketika Syekh Junaid mendekati Bahlul, beliau melihat Bahlul sedang gelisah sambil menyandarkan kepalanya ke tembok. Syekh Junaid kemudian menyapanya, Bahlul menjawab dan bertanya kepadanya, “Siapakah engkau?”.

“Aku adalah Junaid Al Baghdadi” kata Syekh Junaid.

“Apakah engkau Abul Qasim?” tanya Bahlul.

“Iya” jawab Syekh Junaid.

“Apakah engkau Syekh Baghdadi yang memberikan petunjuk spiritual kepada orang-orang?” Tanya Bahlul lagi.

“Iya” jawab Syekh Junaid.

“Apakah engkau tahu bagaimana cara makan?” tanya Bahlul.

Syekh Junaid lalu menjawab “Aku mengucapkan Bismillah, aku makan yang ada dihadapanku, aku menggigitnya sedikit, meletakkannya di sisi kanan dalam mulutku dan perlahan mengunyahnya, aku tidak menatap suapan berikutnya, aku mengingat Allah sambil makan, apapun yang aku makan aku ucapkan alhamdulillah, aku cuci tanganku sebelum dan sesudah makan.”

Bahlul berdiri menyibakkan pakaiannya dan berkata “Kau ingin menjadi guru spiritual di dunia tapi kau bahkan tidak tahu bagaimana cara makan” sambil berkata demikian ia kemudian berjalan pergi.

Murid Syekh kemudian berkata “Wahai Syekh dia adalah orang gila.”

Syekh Junaid berkata “dia adalah orang gila yang cerdas dan bijak, dengarkan kebenaran darinya.”

Bahlul mendekati sebuah bangunan yang telah ditinggalkan lalu dia duduk, Syekh Junaid pun datang mendekatinya.

Bahlul kemudian bertanya “Siapakah engkau?”.

“Syekh Baghdadi yang bahkan tidak tahu bagaimana cara makan” jawab Syekh Junaid.

“Engkau tidak tahu bagaimana cara makan, tapi tahukah engkau bagaimana cara berbicara?” tanya Bahlul.

“Iya” jawab Syekh Junaid.“

Bagaimana cara berbicara?” tanya Bahlul.

Syekh Junaid kemudian menjawab “Aku berbicara tidak kurang tidak lebih dan apa adanya, aku tidak terlalu banyak bicara, aku berbicara agar pendengar dapat mengerti. Aku mengajak orang-orang kepada Allah dan Rasulullah SAW., aku tidak berbicara terlalu banyak agar orang tidak menjadi bosan, aku memberikan perhatian atas kedalaman pengetahuan lahir dan batin” kemudian ia menggambarkan apa saja yang berhubungan dengan sikap dan etika.

Lalu Bahlul berkata “Lupakan tentang makan, karena kau pun tidak tahu bagaimana cara berbicara.”

Bahlul pun berdiri menyibakkan pakaiannya dan berjalan pergi. Murid-murid Syekh berkata “Wahai Syekh, Anda lihat dia adalah orang gila, apa yang engkau harapkan dari orang gila?”

Syekh Junaid menjawab “Ahda sesuatu yang aku butuhkan darinya, kalian tidak tau itu.”

Syekh Junaid lalu mengejar Bahlul lagi hingga mendekatinya. Bahlul lalu bertanya “Apa yang engkau inginkan dariku, kau yang tidak tahu cara makan dan berbicara, apakah kau tahu bagaimana cara tidur?”.

“Iya aku tahu” jawab Syekh Junaid .

“Bagaimana caramu tidur?” tanya Bahlul.

Syekh Junaid lalu menjawab “Ketika aku selesai sholat ‘Isya dan membaca do’a, aku mengenakan pakaian tidurku” kemudian Syekh Junaid menceritakan cara-cara tidur sebagaimana yang lazim dikemukakan oleh para ahli agama.

“Ternyata kau juga tidak tau bagaimana caranya tidur” kata Bahlul seraya ingin bangkit dari duduknya.

Tapi Syekh Junaid menahan pakaiannya dan berkata “Wahai Bahlul aku tidak tau, karenanya Demi Allah ajari aku.”

Bahlul pun berkata “Sebelumnya engkau mengklaim bahwa dirimu berpengetahuan dan berkata bahwa engkau tahu, maka aku menghindarimu. Sekarang setelah engkau mengakui bahwa dirimu kurang berpengetahuan, maka aku akan mengajarkan padamu. Ketahuilah, apapun yang telah engkau gambarkan itu adalah permasalahan bukan yang utama, kebenaran yang ada di belakang memakan makanan adalah, bahwa kau memakan makanan halal. Jika engkau memakan makanan haram dengan cara seperti yang engkau gambarkan, dengan seratus sikap pun tidak akan bermanfaat bagimu melainkan akan menyebabkan hatimu hitam.”

“Semoga Allah memberimu pahala yang besar” kata Syekh Junaid.

Bahlul lalu melanjutkan “Hati harus bersih dan mengandung niat baik sebelum kau mulai berbicara. Percakapanmu haruslah menyenangkan Allah. Jika itu untuk duniawi dan pekerjaan yang sia-sia maka apapun yang kau nyatakan akan menjadi mala petaka bagimu. Itulah mengapa diam adalah yang terbaik. Dan apapun yang kau katakan tentang tidur, itu juga bernilai tidak utama. Kebenaran darinya adalah hatimu harus terbebas dari permusuhan, kecemburuan dan kebencian. Hatimu tidak boleh tamak akan dunia atau kekayaan didalamnya. Dan ingatlah Allah ketika akan tidur.”

Syekh Junaid kemudian mencium tangan Bahlul dan berdo’a untuknya. 

Wallahu A’lam...
Share:

Tata Krama Dalam Berjalan dan Berbicara

Ini adalah wasiat terakhir yang disebutkan oleh Luqman al-Hakim kepada putranya sebagaimana disebutkan dalam Surah Luqman. Dengan wasiat ini secara global lengkaplah pendidikan orangtua kepada putranya. Diawali dengan wasiat tentang tauhid dan akidah, kemudian masalah ibadah, hingga bimbingan akhlak bergaul dengan sesama. Dengan demikian, seorang anak diharapkan menjadi shalih di hadapan Allah SWT, di depan orangtua dan di tengah lingkungannya. Inilah harapan semua orangtua, termasuk kita!

Pembaca rahimakumullah.
Menyempurnakan bimbingannya, Luqman berwasiat kepada putranya suara dengan bimbingan akhlak dan adab. Kata Luqman, seperti yang Allah SWT firmankan,

“Sederhanalah dalam jalanmu dan rendahkanlah suaramu! Sesungguhnya seburuk-buruknya suara adalah suara keledai.” (Luqman: 19)

Bimbingan di atas mencakup dua bimbingan sekaligus. Pertama, tata karma dalam penampilan diri-sendiri. Kedua, sopan santun terhadap sesama.

Bimbingan pertama mengarahkan agar anak berjalan dengan sopan. Artinya, seluruh penampilan dan gerak-geriknya harus selalu sopan serta santun dalam bingkai syariat. Sebagai contoh: cara berjalan. Allah SWT berfirman,

“Sederhanalah dalam jalanmu!” (Luqman: 19)

Maksudnya, berjalanlah dengan cara jalan sederhana dan pertengahan. Tidak berjalan lambat seperti jalannya orang yang lemah, tidak semangat atau orang bodoh. Tidak pula berjalan terlalu cepat dan berlebihan, seperti orang yang tergesa-gesa. Akan tetapi berjalanlah secara pertengahan, antara kondisi pertama dengan kedua.
norma kesopanan. Baik dalam cara berjalan, berpakaian, gaya rambut, cara duduk dan lain sebagainya.

Bimbingan kedua, agar seorang anak memiliki sopan-santun dalam pergaulan terhadap sesama. Hal ini tersirat dalam potongan ayat,

“Rendahkanlah suaramu! Sungguh seburuk-buruk suara adalah suara keledai.” (Luqman:19)

Maksudnya, janganlah kamu berlebihan dalam berucap. Jangan pula kamu meninggikan suaramu atau berbicara dengan sebuah pembicaraan yang tidak ada manfaatnya.
Ucapan yang demikian diibaratkan dengan ucapan keledai. Allah SWT berfirman,

“Sungguh seburuk-buruk suara adalah suara keledai.” (Luqman: 19)

Mujahid dan lainnya menafsirkan ayat ini, “Sesungguhnya suara yang paling buruk adalah suara keledai.” Artinya, puncak orang yang meninggikan suaranya diserupakan dengan keledai. Suaranya tinggi dan melengking lagi dibenci oleh Allah SWT.
Penyerupaan ini menunjukkan celaan keras terhadap gaya bicara seperti ini. Bahkan, menunjukkan haramnya perbuatan tersebut. Rasulullah SAW biasa menyerupakan perbuatan jelek dengan permisalan yang jelek pula.
Ayat ini juga ditafsirkan oleh al-Imam an-Nasa’i dengan menyebutkan hadits Rasulullah SAW dari sahabat Abu Hurairah. Beliau bersabda,

“Jika kalian mendengar kokok ayam jantan, mintalah karunia kepada Allah, karena sesungguhnya ia melihat malaikat. Jika kalian mendengar ringkikan keledai, mohonlah perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk, karena sesungguhnya ia melihat setan.” (Muttafaqun Alaih)

Apalagi berbicara kepada orang yang lebih tua! Tanamkan kepada putra Anda agar dia tidak meninggikan suaranya. Berbicaralah dengan lembut. Hormatilah orang yang diajak bicara. Tutur katanya baik. Kata yang dipilihnya pun santun.

Pendidikan Akhlak
Demikianlah, Luqman al-Hakim menanamkan akhlak yang mulia kepada putranya. Akhlak yang sesuai dengan bimbingan syariat ditanamkan kepada putranya sejak usia dini. Tujuannya untuk membiasakan mereka agar terus berhias dengan akhlak mulia hingga dewasa.
Harapannya, saat dewasa nanti ia menjadi anak yang berakhlak terpuji dengan berusaha meneladani Rasulullah SAW. Anas bin Malik mengatakan,

“Rasulullah merupakan manusia yang paling baik akhlaknya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Anas bin Malik juga menuturkan, “Saya menjadi pelayan Rasulullah selama sepuluh tahun. Tidak pernah saya mendengar ucapan kasar lagi keras dari beliau.” Aisyah berkata,

“Rasulullah SAW sama sekali beukanlah seorang yang buruk dan berkata-kata buruk. Beliau bukan pula orang yang suka duduk-duduk di pasar. Beliau tidak membalas keburukan dengan keburukan yang serupa. Akan tetapi beliau member maaf dan ampunan.” (HR. at-Tirmidzi)

Sahabat Jarir bin Abdullah berkata, “Barangsiapa yang terhalangi dari sifat lembut, ia terhalangi dari kebaikan.” (Al-Jami’ li Akhlaqi-Rawi, 1/278-280)

Akhlak mulia dari segala sisinya, akhlak kepada Allah SWT dan akhlak kepada manusia, akan menghantarkan pemiliknya kepada predikat mukmin yang paling utama. Dialah orang yang paling mulia. Rasulullah SAW pernah ditanya,

“Wahai Rasulullah, sipakah orang mukmin yang paling utama?” beliau menjawab, “Yang paling baik akhlaknya.” (HR. Ibnu Majah)

Dalam kitab tafsirnya, ibnu Katsir menyebutkan beberapa keterangan tentang keutamaan berakhlak mulia.
Akhlak yang mulia juga akan menjadi sebab masuknya seorang hamba ke dalam surge. Rasulullah SAW bersabda dalam hadits Abu Hurairah, beliau ditanya tentang amalan yang paling banyak memasukkan hamba ke dalam surga. Beliau menjawab,

“Ketaqwaan kepada Allah dan akhlak mulia.” (HR. Ibnu Hibban)

Pembaca rahimakumullah, berbagai penjelasan di atas disebutkan oleh al-Imam Ibnu Katsir untuk memotivasi kita agar berhias dengan akhlak mulia. Sekaligus mengajari putra-putri kita supaya membiasakan diri dengan akhlak tersebut.
Jangan lupa, di waktu yang sama orang tua harus memperingatkan putranya dari akhlak buruk. Hal ini supaya anak-anak waspada darinya. Inilah yang dikatakan Luqman kepada putranya,

“Rendahkanlah suaramu! Sungguh seburuk-buruk suara adalah suara keledai.” (Luqman:19)

Akhlak buruk yang harus diperingatkan mencakup semua jenis akhlak yang buruk, baik pada lisan, penampilan, tingkah laku maupun perbuatan.
Rasulullah SAW pernah ditanya tentang amalan yang paling banyak memasukkan seorang hamba ke dalam neraka. Beliau menjawab, “Dua rongga; mulut dan kemaluan.”
Ucapan yang jelek dan akhlak yang tercela menyebabkan seseorang jauh dari Rasulullah SAW. Beliau bersabda,

“Sungguh, orang yang paling aku benci dan paling jauh dariku saat di surge nanti, adalah orang yang jelek akhlaknya di antara kalian. Yaitu, orang yang banyak berbicara, berteriak-teriak dan sombong.” (Lihat Tafsir Ibnu Katsir, 6/345)

Teladan Orangtua, Berperan!
Pembaca rahimakumullah.
Seiring pendidikan untuk anak semakin maju dan sempurna, terapkanlah pendidikan tersebut pada diri kita terlebih dahulu. Anak akan melihat dan menyaksikan, kemudian anak akan menirukan.
Jika ingin menanamkan akhlak mulia pada diri anak, terapkanlah akhlak mulia pada diri kita terlebih dahulu. Dengan berbicara secara sopan, menghargai orang yang diajak bicara, tidak memotong pembicaraan, dan seterusnya.
Sebaliknya, bimbingan kita akan dianggap angin lalu atau omong kosong, apabila kita sendiri melanggarnya. Atau bahkan nasihat orangtua tersebut akan menjadi boomerang yang digunakan bagi anak untuk melawan. Kenyataan seperti ini sudah sering terjadi!
Semoga Allah member taufik kepada kita untuk menerapkan bimbingan-bimbingan di atas. Dan semoga Allah mengaruniakan anak shalih kepada kita semua. Wabillahit-taufiq wal hidayah. [Ustadz Abu Abdillah Majdiy]

Disadur dari Buletin Al Ilmu Edisi 11 Raqaiq, 2017
Share:

Arsip Blog

Pengikut