Ini
adalah wasiat terakhir yang disebutkan oleh Luqman al-Hakim kepada putranya
sebagaimana disebutkan dalam Surah Luqman. Dengan wasiat ini secara global
lengkaplah pendidikan orangtua kepada putranya. Diawali dengan wasiat tentang
tauhid dan akidah, kemudian masalah ibadah, hingga bimbingan akhlak bergaul
dengan sesama. Dengan demikian, seorang anak diharapkan menjadi shalih di
hadapan Allah SWT, di depan orangtua dan di tengah lingkungannya. Inilah
harapan semua orangtua, termasuk kita!
Pembaca
rahimakumullah.
Menyempurnakan
bimbingannya, Luqman berwasiat kepada putranya suara dengan bimbingan akhlak
dan adab. Kata Luqman, seperti yang Allah SWT firmankan,
“Sederhanalah dalam jalanmu dan rendahkanlah
suaramu! Sesungguhnya seburuk-buruknya suara adalah suara keledai.” (Luqman: 19)
Bimbingan
di atas mencakup dua bimbingan sekaligus. Pertama,
tata karma dalam penampilan diri-sendiri. Kedua,
sopan santun terhadap sesama.
Bimbingan pertama mengarahkan agar anak
berjalan dengan sopan. Artinya, seluruh penampilan dan gerak-geriknya harus
selalu sopan serta santun dalam bingkai syariat. Sebagai contoh: cara berjalan.
Allah SWT berfirman,
“Sederhanalah dalam jalanmu!” (Luqman: 19)
Maksudnya,
berjalanlah dengan cara jalan sederhana dan pertengahan. Tidak berjalan lambat
seperti jalannya orang yang lemah, tidak semangat atau orang bodoh. Tidak pula
berjalan terlalu cepat dan berlebihan, seperti orang yang tergesa-gesa. Akan
tetapi berjalanlah secara pertengahan, antara kondisi pertama dengan kedua.
norma
kesopanan. Baik dalam cara berjalan, berpakaian, gaya rambut, cara duduk dan
lain sebagainya.
Bimbingan
kedua, agar seorang anak memiliki sopan-santun dalam pergaulan terhadap sesama.
Hal ini tersirat dalam potongan ayat,
“Rendahkanlah suaramu! Sungguh seburuk-buruk
suara adalah suara keledai.” (Luqman:19)
Maksudnya,
janganlah kamu berlebihan dalam berucap. Jangan pula kamu meninggikan suaramu
atau berbicara dengan sebuah pembicaraan yang tidak ada manfaatnya.
Ucapan
yang demikian diibaratkan dengan ucapan keledai. Allah SWT berfirman,
“Sungguh seburuk-buruk suara adalah suara
keledai.” (Luqman: 19)
Mujahid
dan lainnya menafsirkan ayat ini, “Sesungguhnya
suara yang paling buruk adalah suara keledai.” Artinya, puncak orang yang
meninggikan suaranya diserupakan dengan keledai. Suaranya tinggi dan melengking
lagi dibenci oleh Allah SWT.
Penyerupaan
ini menunjukkan celaan keras terhadap gaya bicara seperti ini. Bahkan,
menunjukkan haramnya perbuatan tersebut. Rasulullah SAW biasa menyerupakan
perbuatan jelek dengan permisalan yang jelek pula.
Ayat
ini juga ditafsirkan oleh al-Imam an-Nasa’i dengan menyebutkan hadits
Rasulullah SAW dari sahabat Abu Hurairah. Beliau bersabda,
“Jika kalian mendengar kokok ayam jantan,
mintalah karunia kepada Allah, karena sesungguhnya ia melihat malaikat. Jika
kalian mendengar ringkikan keledai, mohonlah perlindungan kepada Allah dari
setan yang terkutuk, karena sesungguhnya ia melihat setan.” (Muttafaqun Alaih)
Apalagi
berbicara kepada orang yang lebih tua! Tanamkan kepada putra Anda agar dia
tidak meninggikan suaranya. Berbicaralah dengan lembut. Hormatilah orang yang
diajak bicara. Tutur katanya baik. Kata yang dipilihnya pun santun.
Pendidikan Akhlak
Demikianlah,
Luqman al-Hakim menanamkan akhlak yang mulia kepada putranya. Akhlak yang
sesuai dengan bimbingan syariat ditanamkan kepada putranya sejak usia dini.
Tujuannya untuk membiasakan mereka agar terus berhias dengan akhlak mulia
hingga dewasa.
Harapannya,
saat dewasa nanti ia menjadi anak yang berakhlak terpuji dengan berusaha
meneladani Rasulullah SAW. Anas bin Malik mengatakan,
“Rasulullah merupakan manusia yang paling
baik akhlaknya.” (HR. al-Bukhari
dan Muslim)
Anas
bin Malik juga menuturkan, “Saya menjadi
pelayan Rasulullah selama sepuluh tahun. Tidak pernah saya mendengar ucapan
kasar lagi keras dari beliau.” Aisyah berkata,
“Rasulullah SAW sama sekali beukanlah
seorang yang buruk dan berkata-kata buruk. Beliau bukan pula orang yang suka
duduk-duduk di pasar. Beliau tidak membalas keburukan dengan keburukan yang
serupa. Akan tetapi beliau member maaf dan ampunan.” (HR. at-Tirmidzi)
Sahabat
Jarir bin Abdullah berkata, “Barangsiapa
yang terhalangi dari sifat lembut, ia terhalangi dari kebaikan.” (Al-Jami’ li Akhlaqi-Rawi, 1/278-280)
Akhlak
mulia dari segala sisinya, akhlak kepada Allah SWT dan akhlak kepada manusia,
akan menghantarkan pemiliknya kepada predikat mukmin yang paling utama. Dialah
orang yang paling mulia. Rasulullah SAW pernah ditanya,
“Wahai Rasulullah, sipakah orang mukmin yang
paling utama?” beliau menjawab, “Yang paling baik akhlaknya.” (HR. Ibnu Majah)
Dalam
kitab tafsirnya, ibnu Katsir menyebutkan beberapa keterangan tentang keutamaan
berakhlak mulia.
Akhlak
yang mulia juga akan menjadi sebab masuknya seorang hamba ke dalam surge.
Rasulullah SAW bersabda dalam hadits Abu Hurairah, beliau ditanya tentang
amalan yang paling banyak memasukkan hamba ke dalam surga. Beliau menjawab,
“Ketaqwaan kepada Allah dan akhlak mulia.”
(HR. Ibnu Hibban)
Pembaca
rahimakumullah, berbagai penjelasan di atas disebutkan oleh al-Imam Ibnu Katsir
untuk memotivasi kita agar berhias dengan akhlak mulia. Sekaligus mengajari
putra-putri kita supaya membiasakan diri dengan akhlak tersebut.
Jangan
lupa, di waktu yang sama orang tua harus memperingatkan putranya dari akhlak
buruk. Hal ini supaya anak-anak waspada darinya. Inilah yang dikatakan Luqman
kepada putranya,
“Rendahkanlah suaramu! Sungguh seburuk-buruk
suara adalah suara keledai.” (Luqman:19)
Akhlak
buruk yang harus diperingatkan mencakup semua jenis akhlak yang buruk, baik
pada lisan, penampilan, tingkah laku maupun perbuatan.
Rasulullah
SAW pernah ditanya tentang amalan yang paling banyak memasukkan seorang hamba
ke dalam neraka. Beliau menjawab, “Dua
rongga; mulut dan kemaluan.”
Ucapan
yang jelek dan akhlak yang tercela menyebabkan seseorang jauh dari Rasulullah
SAW. Beliau bersabda,
“Sungguh, orang yang paling aku benci dan
paling jauh dariku saat di surge nanti, adalah orang yang jelek akhlaknya di
antara kalian. Yaitu, orang yang banyak berbicara, berteriak-teriak dan
sombong.” (Lihat Tafsir Ibnu Katsir,
6/345)
Teladan Orangtua, Berperan!
Pembaca
rahimakumullah.
Seiring
pendidikan untuk anak semakin maju dan sempurna, terapkanlah pendidikan
tersebut pada diri kita terlebih dahulu. Anak akan melihat dan menyaksikan,
kemudian anak akan menirukan.
Jika
ingin menanamkan akhlak mulia pada diri anak, terapkanlah akhlak mulia pada
diri kita terlebih dahulu. Dengan berbicara secara sopan, menghargai orang yang
diajak bicara, tidak memotong pembicaraan, dan seterusnya.
Sebaliknya,
bimbingan kita akan dianggap angin lalu atau omong kosong, apabila kita sendiri
melanggarnya. Atau bahkan nasihat orangtua tersebut akan menjadi boomerang yang
digunakan bagi anak untuk melawan. Kenyataan seperti ini sudah sering terjadi!
Semoga
Allah member taufik kepada kita untuk menerapkan bimbingan-bimbingan di atas.
Dan semoga Allah mengaruniakan anak shalih kepada kita semua. Wabillahit-taufiq wal hidayah. [Ustadz Abu Abdillah Majdiy]
Disadur
dari Buletin Al Ilmu Edisi 11 Raqaiq, 2017